Kamis, Maret 10, 2016

Suplementasi Kalsium dan Fosfor pada Ayam Petelur

Kualitas pakan umumnya dapat dihitung secara cepat melalui kecukupan kandungan protein dan energi. Meskipun demikian, produktivitas ayam yang optimal ditentukan pula oleh kecukupan nutrisi lain, salah satunya mineral. Dan mineral yang paling dibutuhkan oleh ayam petelur adalah kalsium (Ca) dan fosfor (P)
GRIT CANGKANG KERANG

Kebutuhan Ca dan P
 

Mineral Ca dan P berperan dalam tubuh ayam petelur sebagai penyusun kerangka tubuh (tulang) dan kerabang telur. Pada Tabel 1 tercantum jumlah kebutuhan Ca dan P sejak fase starter hingga layer (masa produksi). Dari Tabel 1 terlihat bahwa pola kebutuhan Ca di fase starter dan layer lebih tinggi dibandingkan fase grower. Sedangkan untuk P, kebutuhannya paling tinggi terjadi di fase starter kemudian akan menurun seiring bertambahnya umur ayam.
 
Ca dan P pada dasarnya bekerja secara bersama-sama dalam menyusun tulang dan kerabang telur. Hanya saja dalam pembentukan kerabang, mineral Ca lebih banyak kebutuhannya dibanding P, karena sekitar 40-60% kerabang telur tersusun atas Ca. Ca dan P juga bekerja sama dengan vitamin D agar proses penyerapan keduanya bisa berjalan optimal. Jika asupan vitamin D kurang, maka Ca dan P tidak seluruhnya mampu diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh ayam.

Yang juga penting diperhatikan dalam pemberian Ca dan P ialah mengenai imbangan kebutuhannya di dalam tubuh. Untuk ayam petelur fase starter hingga grower, perbandingan Ca : P sebesar 2-2,5 : 1. Untuk fase pre-layer perbandingannya 5 : 1, dan ketika fase layer naik menjadi 9-12 : 1 (Tabel 1). Apabila kandungan Ca di dalam pakan melebihi kebutuhan standarnya, maka akan mempengaruhi penyerapan mineral lain seperti Mg, Mn, dan Zn sehingga tidak optimal.

Saat fase starter dan grower, Ca dan P yang terkandung dalam pakan akan diabsorpsi (diserap) oleh saluran pencernaan dan dideposisikan ke dalam tulang/kerangka. Oleh karena itu, jika asupan Ca dan P tidak mencukupi kebutuhan ayam, maka dampak yang biasanya terjadi ialah pertumbuhan kerangka lambat dan berkolerasi terhadap pertumbuhan berat badan yang rendah.


Lain halnya ketika fase layer, dimana untuk membentuk kerabang telur, Ca dan P diambil langsung dari dalam darah (yang berasal dari penyerapan Ca dan P di usus). Pada kondisi tertentu, misalnya ketika jumlah Ca dalam darah sedikit, maka tubuh akan mengambil cadangan Ca dari kerangka. Setelah selesai diambil, kerangka tersebut akan di reformulasi (dibentuk kembali) dengan suplai Ca dan P dari pakan berikutnya. Dengan demikian, jika ayam mengalami kekurangan Ca dan P dari asupan pakan, maka kerabang telur yang terbentuk akan lebih tipis. Dan apabila kondisi kekurangan mineral ini terjadi terus-menerus, maka dampak lainnya yang akan muncul ialah terjadi kelumpuhan pada ayam, atau di lapangan biasa disebut dengan kasus lelah kandang (cage layer fatigue).



Sumber Ca dan P



Bahan baku pakan ayam sumber Ca dan P secara umum ada yang berasal dari bahan organik (alami) maupun anorganik. Yang tergolong bahan organik di antaranya tepung batu (limestone), kulit kerang, dan tepung tulang. Sedangkan yang tergolong anorganik contohnya dikalsium fosfat (DCP) dan monokalsium fosfat (MCP).

  • Tepung batu (limestone)
    Tepung batu terbuat dari penggilingan batu kapur. Warnanya bervariasi mulai dari kehitaman, biru, sampai putih. Batu yang berwarna putih sampai biru biasanya mengandung Ca yang tinggi. Sedangkan batu yang berwarna biru tua sampai kehitaman mengandung mineral besi (Fe) dan magnesium (Mg) yang tinggi. Tepung batu memiliki kandungan Ca sekitar 34% dan dapat dicerna dengan baik oleh ayam.
  • Tepung kulit kerang
    Kulit kerang merupakan bahan sumber mineral, terutama Ca, yang berasal dari kulit hewan laut (kerang) yang telah mengalami proses penggilingan. Kandungan karbonat (CaCO3) pada tepung kulit kerang lebih tinggi daripada tepung tulang, yaitu sekitar 35%.
  • Tepung tulang
    Tepung tulang merupakan limbah hasil penggilingan tulang yang telah diekstrak gelatin atau kolagennya. Tepung tulang berbentuk serpihan coklat dengan tekstur kasar dan aroma khas seperti daging sapi. Tulang yang akan dijadikan tepung adalah tulang ternak dewasa (sapi, kerbau, babi, domba, kambing, dan kuda) yang berasal dari RPH (Rumah Potong Hewan). Tepung tulang dijadikan sebagai salah satu bahan pakan sumber mineral Ca dan P, serta mineral mikro lainnya. Menurut Murtidjo (2001), tepung tulang selain dijadikan sumber mineral juga mengandung asam amino dan protein. Kandungan Ca pada tepung tulang sekitar 24%.
  • DCP (dikalsium fosfat)
    DCP merupakan suplemen yang banyak dimanfaatkan sebagai sumber mineral P untuk pakan ayam petelur. Umumnya DCP ini berbentuk serbuk atau granula berwarna putih, hingga putih keabuan dan tidak memiliki bau yang spesifik. DCP sebenarnya bisa dibuat dari batuan mineral (batuan fosfat) alami yang diperoleh melalui proses pemanasan terlebih dahulu untuk menghilangkan zat beracun di dalamnya. Namun saat ini, batuan fosfat alami cukup sulit didapatkan, sehingga mulai banyak yang memproduksi DCP dari berbagai kombinasi reaksi kimia. DCP merupakan bahan yang telah dimurnikan sehingga penyerapan Ca dan P-nya mudah dan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan sumber mineral yang lain. 
    • MCP (monokalsium fosfat)
      MCP merupakan salah satu bahan pakan sumber mineral Ca dan P yang diproses seperti DCP namun kandungan mineral P-nya lebih tinggi dibanding DCP. MCP dan DCP mempunyai penampilan fisik yang hampir serupa sehingga cukup sulit untuk dibedakan.


    Dari semua bahan pakan sumber Ca dan P di atas, yang harganya paling murah di pasaran adalah tepung batu, karena ketersediaannya melimpah di alam. Disusul kemudian dengan tepung kulit kerang dan tepung tulang. Sedangkan untuk bahan baku sumber P, yaitu MCP dan DCP, harganya relatif mahal, yaitu berkisar Rp 9.500-13.000/kg.

    Cara Pemberian

    Perlu diketahui bersama bahwa dalam penambahan bahan baku pakan sumber mineral (terutama Ca) kita harus memperhatikan ukuran partikelnya. Semakin besar ukuran partikel mineral, keberadaannya di dalam tubuh akan semakin lama sehingga akan dilepas secara perlahan (slow release). Proses slow release ini sangat penting terutama pada saat pembentukan kerabang telur yang membutuhkan waktu ± 20 jam di uterus. Salah satu contoh mineral yang akan dibahas (karena banyak diberikan) di sini adalah tepung batu dan kulit kerang. Di lapangan, tepung batu atau kulit kerang memiliki 2 macam sediaan, yaitu sediaan halus/serbuk (mash) dan butiran kasar (grit).
    Bentuk sediaan grit umumnya diberikan setiap hari pada ayam petelur mulai fase pre-layer hingga afkir sebagai upaya mencegah terjadinya defisiensi/kekurangan pada pakan self mixing. Selain berfungsi sebagai sumber Ca dan P, grit batu dan kerang juga berfungsi membantu proses pencernaan makanan di dalam ampela (gizzard) sehingga efisiesi pemanfaatan pakan meningkat. Menurut Keshavarz (2001), tepung batu dengan ukuran partikel yang lebih besar akan tinggal lebih lama tinggal di gizzard. Kondisi ini akan menyebabkan pelepasan Ca secara perlahan-lahan sehingga pasokan mineral Ca untu kerabang lebih terjamin.
    Lalu bagaimana dengan bentuk sediaan mash? Tepung batu dan kerang dalam bentuk mash biasanya diberikan ketika sudah terjadi kasus kerabang tipis atau ayam lumpuh yang cukup parah. Dalam kondisi tersebut dibutuhkan pelepasan Ca yang cepat setelah dikonsumsi ayam sehingga sediaan mash lebih cocok diberikan. Meski begitu, kita tidak harus memberikan 100% bentuk mash, tapi harus dikombinasikan dengan bentuk grit. Anjurannya ialah 65% grit dan 35% mash.
    Adapun ketentuan lain terkait pemberian mineral ini antara lain:
  • Ukuran grit yang baik adalah sekitar 2-4 mm karena ukuran yang terlalu besar justru dapat mengganggu proses pencernaan.
  • Perlu diingat juga bahwa penyerapan Ca dan P oleh tubuh ayam dipengaruhi oleh kecukupan vitamin D. Oleh sebab itu selain pemberian grit, perlu ditambahkan juga Strong Egg atau Egg Stimulant sebagai sumber suplemen vitamin D.
  • Tepung batu dan kerang bentuk grit atau mash sebaiknya diberikan setiap hari pada pukul 16.00. Alasannya adalah proses awal penyerapan kalsium dalam jumlah besar terjadi pada pukul 18.30 sore hingga 00.30 malam. Dengan diberikannya bahan baku mineral pada pukul 16.00 diharapkan kalsium yang terkandung di dalam bahan baku sudah bisa release (lepas) dan dimanfaatkan pada malam harinya. Baca juga

     Sumber dari Info Medion Online (http://info.medion.co.id)

1 komentar: